<p style="text-align: justify;"><strong>DALUNG (24/10/2024)</strong> - Bali dengan julukannya sebagai The Last Paradise on Earth tidak hanya menawarkan keindahan alam, tetapi turut menyuguhkan kekayaan budaya dan tradisi yang bernafaskan Tri Hita Karana. Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan kini menjadi momen yang ditunggu-tunggu baik dari warga lokal maupun wisatawan yang berkunjung ke Bali. Dengan ciri khas penjor yang menjulang di setiap pintu masuk, menjadikan hari kemenangan Dharma ini semakin penuh makna. Di tahun 2024 Hari Raya Suci Galungan jatuh pada tanggal 25 September 2024, sedangkan Hari Raya Suci Kuningan pada tanggal 5 Oktober 2024 mendatang.  Hari Raya Suci Galungan dan Kuningan merupakan dua hari raya besar umat Hindu yang saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan baru di era smart society. Degradasi budaya yang mengancam eksistensi budaya Bali menjadi tantangan besar bagi generasi muda dalam melestarikan tradisi luhur yang sudah ada. </p> <p style="text-align: justify;"><br /> Dalam suasana Hari Raya Galungan dan Kuningan 2024, Kadek Mila Hernawati, salah satu perwakilan pengurus dari Yowana Kumara Jaya Banjar Pegending mengungkapkan bahwa Hari Galungan dan Kuningan sebagai hari kemenangan Dharma saat ini disimbolkan dengan penjor yang menghiasi jalanan dan sarat akan makna untuk mengingatkan umat agar selalu berada pada jalan kebenaran. “Galungan juga mengajarkan kita tentang pentingnya berbakti kepada leluhur dan Tuhan. Di tengah perubahan zaman dan pengaruh globalisasi, nilai-nilai yang terkandung dalam perayaan ini tetap dapat memberikan pedoman bagi generasi muda untuk menjaga keseimbangan antara kemajuan modern dan akar budaya yang kuat. <em><strong>“Tantangan terbesar yang dihadapi generasi muda saat ini adalah globalisasi dan digitalisasi yang cepat. Banyak anak muda yang cenderung mengabaikan makna mendalam dari perayaan Galungan dan Kuningan, seringkali hanya merayakannya secara formal tanpa memahami esensinya. Tradisi ini berisiko menjadi sekadar ritual tanpa makna yang nyata bagi sebagian dari mereka. Namun, di era digital ini, tantangan tersebut juga dapat diubah menjadi peluang. Salah satu tindakan yang dapat kita lakukan adalah memanfaatkan teknologi dan media sosial untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya Galungan dan Kuningan,” Ungkapnya.</strong></em></p> <p style="text-align: justify;"><br /> Selanjutnya, salah satu anggota Yowana Kumara Jaya Banjar Pegending, Ni Komang Ayu Trisna Yani, turut memaknai hari raya ini sebagai hari perenungan diri dan melawan segala sifat buruk yang ada di dalam diri kita. Ayu Trisna juga menuturkan bahwa tantangan generasi muda dalam mempertahankan tradisi Galungan dan Kuningan di era digital adalah berkurangnya minat, pemahaman serta adanya perubahan cara hidup yang mengedepankan individualisme yang bisa mengurangi esensi penting dari tradisi. <em><strong>“Action yang mungkin bisa dilakukan untuk mengatasi itu dengan mempelajari tradisi itu sendiri, contoh kecilnya saat orang tua kita membuat banten, kita bisa ikut membantu, dengan ikut membantu secara tidak langsung kita sudah mempertahankan tradisi yang lama-kelamaan apabila kita jalani akan menjadi terbiasa seperti kata pepatah, bisa karena terbiasa,” Pungkasnya.</strong></em></p> <p style="text-align: justify;"><br /> <strong>(KIMDLG-013).</strong></p>
Galungan dan Kuningan di Era Digital, Mengulik Lebih Jauh Tantangan dan Aksi Nyata dalam Perspektif Generasi Muda
24 Oct 2024