<p style="text-align: justify;"><strong>DALUNG (13/10/2022)</strong> - Bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat pada Senin (10/10) Desa Adat Padang Luwih, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung menggelar tradisi Mesalaran atau Metimpugan Tipat Bantal di areal Pura Desa lan Puseh Desa Adat Padang Luwih, kegiatan ini diikuti oleh Krama lan Yowana Desa Adat Padang Luwih. Dihadiri oleh Camat Kuta Utara I Putu Eka Parmana, S.STP., M.M., Perbekel Dalung I Gede Putu Arif Wiratya, S.Sos, Sekretaris Dalung I Made Trimayasa, S.E., Bendesa Adat Padang Luwih I Gusti Ngurah Oka Suradarma beserta Sabha Desa lan Kertha Desa Adat Padang Luwih., Jro Mangku ring Desa Adat Padang Luwih., Kelian Adat soang-soang Banjar ring Desa Adat Padang Luwih., Manggala Yowana Prasada Amertha Desa Adat Padang Luwih I Nyoman Agus Adiprawira, S.M kesarengin Sekaa Teruna se- Desa Adat Padang Luwih.</p> <p style="text-align: justify;"><br /> Bendesa Adat Padang Luwih mengatakan Tradisi Mesalaran atau Metimpugan Tipat Bantal, diawali persembahyangan bersama di Pura Desa lan Puseh, Desa Adat Padang Luwih. Pengemasan tradisi Masalaran di tahun 2022 mengimplementasikan tradisi yang dahulu kala  dimana adanya paletan/kegiatan "Megibung" sebelum mesalaran, "Megibung" yaitu makan bersama-sama menikmati hasil panen setelah dihaturkan persembahan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa wujud bhakti dan rasa menyame braya diantara Krama Desa Adat Padang Luwih. Pada saat mesalaran itu di mulai adanya pembagian menjadi 2 kelompok sebelah utara dan sebelah selatan, kelompok sebelah utara ditandai dengan senteng/selendang warna hitam dan sebelah selatan di tandai dengan senteng/selendang warna merah. <em><strong>“Berdasarkan cerita masyarakat setempat dahulu kala mengalami paceklik, namun setelah krama melalukan ritual Mesalaran Tipat Bantal di Pura Desa lan Puseh pada waktu Purnama Kapat, akhirnya masa sulit yang dirasakan warga kemudian berlalu dan ritual tersebut dilaksanakan terus menerus tanpa henti bertepatan dengan Purnama Sasih Kapat sampai saat ini,” Tambahnya.</strong></em></p> <p style="text-align: justify;"><br /> Dikutip melalui laman http://v2.karangasemkab.go.id/ Tradisi megibung ini dikenalkan oleh Raja Karangasem yaitu I Gusti Agung Anglurah Ketut Karangasem sekitar tahun 1614 Caka atau 1692 Masehi. Ketika istirahat dari peperangan, raja menganjurkan semua prajuritnya untuk makan bersama dalam posisi melingkar yang belakangan dikenal dengan nama Megibung. Bahkan, raja sendiri konon ikut makan bersama dengan prajuritnya. Megibung dimulai dari masak masakan khas traditional Bali secara bersama-sama, baik itu nasi maupun lauknya. Setelah selesai memasak, warga kemudian menyiapkan makanan itu untuk disantap. Nasi putih diletakkan dalam satu wadah yang disebut gibungan, sedangkan lauk dan sayur yang akan disantap disebut karangan. Tradisi megibung ini  dilangsungkan saat ada upacara adat dan Keagamaan di suatu tempat, terutama di daerah Karangasem, misalnya dalam Upacara yadnya seperti pernikahan, odalan di pura, ngaben, upacara tiga bulanan, dan hajatan lainnya. Pada kegiatan ini biasanya yang punya acara memberikan undangan kepada kerabat serta sanak saudaranya guna menyaksikan prosesi kegiatan upacara keagamaan tersebut. Sehingga prosesi upacara dapat berlangsung seperti yang diharapkan. Ada beberapa etika yang perlu diperhatikan saat acara megibung, sebelum makan kita harus cuci tangan terlebuh dahulu, tidak menjatuhkan remah/ sisa makanan dari suapan , tidak mengambil makanan disebelah kita,  jika salah satu sudah merasa puas dan kenyang dilarang meninggalkan temannya, walaupun aturan ini tidak tertulis tapi masih diikuti peserta makan megibung.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>(KIMDLG-002).</strong></p>
Antusias Sekaa Teruna “Megibung” dalam Rangkaian Mesalaran atau Metimpugan Tipat Bantal di Desa Adat Padang Luwih
08 Dec 2022